Menggiatkan
Budaya Literasi di Kelas
Oleh : Widiastuti
Urgensi budaya
literasi perlu mendapat perhatian yang lebih agar bisa efektif tertanam menjadi
budaya. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar orang lebih banyak
menghabiskan waktunya untuk menonton TV dibandingkan dengan membaca. Sebagian
besar masyarakat kita menonton TV ataupun audio visual lebih dari 3 jam,
sedangkan membaca sebagian besar kurang dari 1 jam sehari. Bahan bacaannyapun
sebagian besar berasal dari koran ataupun majalah. Bukti lain bahwa minat baca
kita masih rendah, ditunjukkan dari masih banyak para mahasiswa dan pelajar
yang memilih pergi ke kantin dibandingkan ke perpustakaan di jam-jam kosongnya.
Hasil penelitian dari Program for
International Student Assesment (PISA) tahun 2015 tentang tingkat literasi
Indonesia menempati rangking 62 dari 70 negara . Respondennya adalah anak-anak
sekolah usia 15 tahun, yang berjumlah 540 ribu. Negara Singapura menempati rangking 1. Permasalahannya adalah
apa yang salah dengan kita? Harus dipikirkan lebih jernih, bahwa tidak semuanya
kesalahan ada pada individu dan anak-anak kita. Perlu pendekatan yang tepat
agar anak-anak kita tidak dicap malas membaca.
Kegiatan membaca
tidak hanya cukup anak bisa “melek huruf” tetapi bagaimana mengupayakan membaca
sebagai budaya/kebutuhan akan pengetahuan. Sehingga kebiasaan membaca
seharusnya dilakukan setiap hari secara rutin disetiap kesempatan, di sekolah,
di rumah maupun di tempat lain.
Kebiasaan ini dapat terwujud bila setiap guru mata pelajaran memberi wawasan
secara persuasif akan pentingnya buku bagi siswanya. Dengan demikian guru
dituntut untuk lebih banyak membaca bahkan menulis, sehingga bisa menginspirasi
siswa dan memberikan suport bagi terbukanya wawasan anak didiknya melalui
membaca. Dengan membaca kita bisa mengetahui dan mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan/teknologi dan informasi di dunia. Dimana pada akhirnya
nanti, jika minat baca masyarakat kita baik akan mempunyai dampak bagi kemajuan
bangsa kita. Apa yang harus dilakukan untuk mengejar ketertinggalan dari
negara-negara maju, bisa dikaji melalui membaca. Budaya membaca di negara maju
lebih unggul. Dapat dikatakan tradisi membaca menjadi fondasi terbentuknya
suatu peradaban. Peradaban suatu bangsa terbentuk melalui pengetahuan dan
kecerdasan. Pengetahuan didapatkan melalui sumber ilmu baik lisan maupun
tulisan.
Atas
pertimbangan pentingnya membaca diatas, sudah waktunya dilakukan gerakan
menumbuhkan kesadaran anak didik kita agar membudayakan etos membaca dan
mencintai ilmu. Cerita kesuksesan tokoh
yang berhasil karena banyak membaca buku adalah Abraham Lincoln. Dia adalah
salah satu presiden Amerika yang menjabat pada tahun 1861 – 1865. Lincoln
terkenal karena menghapus perbudakan dan membuka jalan bagi tumbuhnya
industrialisasi di Amerika. Lincoln lahir dari keluarga dengan latar belakang ekonomi
kelas bawah. Namun demikian, Lincoln muda berhasil menjadi pengacara dan meraih
sukses dalam kariernya di politik. Dimulai menjadi anggota legislatif, pemimpin
partai dan akhirnya presiden. Kecakapan berorganisasi dan kepiawaiannya dalam
memimpin didapatkan dari kegemarannya
semenjak kecil hingga diakhir usianya membaca buku-buku yang sangat mempengaruhi pandangan dan kebijakan-kebijakan politiknya.
Untuk
meningkatkan budaya literasi, pemerintah Indonesia mencanangkan gerakan membaca
melalui UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan nasional dan pencanangan
gerakan membaca nasional. Gerakan ini sebagai program untuk mengubah budaya
masyarakat dari budaya tutur menjadi budaya membaca. Ditingkat sekolah, upaya
menumbuhkan budaya baca sangat urgent diimplementasikan dalam kegiatan
pembelajaran dikelas-kelas. Guru mempunyai peranan vital untuk mengubah
kemalasan pelajar, mahasiswa dan akademisi untuk lebih giat dalam aktivitas
membaca. Beberapa upaya dan strategi yang bisa menjadi bahan pertimbangan untuk
menggiatkan budaya literasi di kelas adalah sebagai berikut :
1. Mengubah
Pola Pembelajaran
Target pembelajaran di
kelas beralih untuk membentuk siswa yang mempunyai kompetensi 4 C (
Communication, Collaboation,Critical Thinking dan Creativity) atau Komunikatif,
kolaboratif, kritis dan kreatif. Proses belajar mengajar guru mulai dirubah
menjadi proses pembelajaran yang lebih cenderung menganalisis (analitis) dan
menyimpulkan (sintetis). Analisis dan menyimpulkan bisa diperoleh jika banyak
informasi yang didapatkan. Guru di dalam kelas disetiap kesempatan materi
menyelipkan tugas untuk meminta siswa membaca baik dari buku, modul yang dibuat
guru maupun sumber informasi lain yang terpercaya; misalnya internet.
2. Mengupayakan
agar siswa berani bertanya dan menyampaikan pendapat di kelas. Siswa cenderung
diam dan menerima semua informasi yang diberikan guru. Jarang memberikan
pendapat, kritik maupun ide-idenya. Ketika guru meminta siswa bertanya,
kebanyakan dari mereka tidak mampu bertanya karena bingung tentang materi yang
akan ditanyakan, takut pertanyaannya tidak bermutu dan lain sebagainya. Membuat
pertanyaan memang tidak mudah, pertanyaan muncul ketika seseorang mampu
menganalisis informasi yang diberikan guru dan selanjutnya menemukan sesuatu
yang ingin diketahuinya lebih lanjut. Pertanyaan juga bisa muncul karena
seseorang telah membaca materi sebelumnya dan memikirkannya dengan baik. Trik
sederhana yang bisa dilakukan guru untuk memancing pertanyaan anak adalah
dengan memberikan reward bagi siswa
yang mau bertanya dan mengemukakan pendapat. Reward dapat berupa nilai tambahan, makanan kecil atau sejenisnya.
Bisa juga diberikan sanksi/ punishment
yang disepakati diawal bagi siswa yang belum pernah bertanya atau mengemukakan
pendapat dalam satu semester. Contoh sanksi yang diberikan adalah menulis papper ataupun melakukan presentasi
tentang materi pelajaran di akhir semester.
3. Gerakan
Menulis.
Hal ini bisa dilakukan dengan:
a. Memberikan
tugas-tugas untuk membuat tulisan, karya ilmiah, karangan atau yang lain.
Dengan demikian siswa tergerak untuk membaca, hal ini mengingat untuk menulis
seseorang membutuhkan bacaan sebagai pembanding , referensi bahan bacaannya.
b. Gerakan
penulisan buku yang berasal dari karya siswa. Anak akan lebih percaya diri jika
ada karya mereka yang bisa dibukukan bersama teman-temannya. Hadirnya buku-buku
yang berasal dari karya siswa akan membuat anak lebih senang menulis, membaca
dan berinovasi melalui tulisan dan karya mereka.
4. Gerakan
mengunjungi perpustakaan dan toko buku
Sekolah mewajibkan
jadwal kunjungan wajib dan meminjam buku selain buku mata pelajaran
diperpustakaan sekolah. Kegiatan ini dipantau dan dievaluasi oleh guru terkait,
misalnya guru bahasa Indonesia sekaligus untuk memberikan tugas membuat resume
atau ringkasan tulisan dari buku yang
dibaca. Hal ini dilakukan secara rutin dan berkesinambungan, misalnya setiap
satu bulan sekali. Harapannya kegiatan pembiasaan ini nantinya bisa menjadi
karakter anak didik kita. Siswa tidak puas lagi dengan hanya pinjam satu buku
wajib setiap bulan tetapi bisa ditingkatkan menjadi satu buku dalam satu
minggu.
Langkah-langkah
diatas diupayakan untuk mendorong dan membudayakan etos membaca dikalangan
remaja. Harapannya agar bisa mengubah pola kebiasaan mereka menghabiskan hari
libur diakhir pekan sabtu dan minggu dengan berkunjung ke toko buku, membaca
buku di perpustakaan. Banyak remaja yang menghabiskan akhir pekannya dengan menonton
TV, berkumpul dengan teman-teman mereka disuatu tempat. Jarang diantara mereka
yang menghabiskan akhir pekannya dengan memilih ke pameran buku, toko buku
ataupun perpustakaan. Tidak ada langkah besar tanpa adanya
langkah-langkah kecil dari kita, dan dari anda yang perduli bagi penguatan
karakter anak-anak didik kita....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar