Selasa, 24 Maret 2020

Menggiatkan Budaya Literasi di Kelas




Menggiatkan Budaya Literasi di Kelas
                                              Oleh : Widiastuti

Urgensi budaya literasi perlu mendapat perhatian yang lebih agar bisa efektif tertanam menjadi budaya. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar orang lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menonton TV dibandingkan dengan membaca. Sebagian besar masyarakat kita menonton TV ataupun audio visual lebih dari 3 jam, sedangkan membaca sebagian besar kurang dari 1 jam sehari. Bahan bacaannyapun sebagian besar berasal dari koran ataupun majalah. Bukti lain bahwa minat baca kita masih rendah, ditunjukkan dari masih banyak para mahasiswa dan pelajar yang memilih pergi ke kantin dibandingkan ke perpustakaan di jam-jam kosongnya. Hasil penelitian dari Program for International Student Assesment (PISA) tahun 2015 tentang tingkat literasi Indonesia menempati rangking 62 dari 70 negara . Respondennya adalah anak-anak sekolah usia 15 tahun, yang berjumlah 540 ribu. Negara Singapura  menempati rangking 1. Permasalahannya adalah apa yang salah dengan kita? Harus dipikirkan lebih jernih, bahwa tidak semuanya kesalahan ada pada individu dan anak-anak kita. Perlu pendekatan yang tepat agar anak-anak kita tidak dicap malas membaca.
Kegiatan membaca tidak hanya cukup anak bisa “melek huruf” tetapi bagaimana mengupayakan membaca sebagai budaya/kebutuhan akan pengetahuan. Sehingga kebiasaan membaca seharusnya dilakukan setiap hari secara rutin disetiap kesempatan, di sekolah, di rumah  maupun di tempat lain. Kebiasaan ini dapat terwujud bila setiap guru mata pelajaran memberi wawasan secara persuasif akan pentingnya buku bagi siswanya. Dengan demikian guru dituntut untuk lebih banyak membaca bahkan menulis, sehingga bisa menginspirasi siswa dan memberikan suport bagi terbukanya wawasan anak didiknya melalui membaca. Dengan membaca kita bisa mengetahui dan mengikuti perkembangan  ilmu  pengetahuan/teknologi dan informasi di dunia. Dimana pada akhirnya nanti, jika minat baca masyarakat kita baik akan mempunyai dampak bagi kemajuan bangsa kita. Apa yang harus dilakukan untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara maju, bisa dikaji melalui membaca. Budaya membaca di negara maju lebih unggul. Dapat dikatakan tradisi membaca menjadi fondasi terbentuknya suatu peradaban. Peradaban suatu bangsa terbentuk melalui pengetahuan dan kecerdasan. Pengetahuan didapatkan melalui sumber ilmu baik lisan maupun tulisan.
Atas pertimbangan pentingnya membaca diatas, sudah waktunya dilakukan gerakan menumbuhkan kesadaran anak didik kita agar membudayakan etos membaca dan mencintai ilmu.  Cerita kesuksesan tokoh yang berhasil karena banyak membaca buku adalah Abraham Lincoln. Dia adalah salah satu presiden Amerika yang menjabat pada tahun 1861 – 1865. Lincoln terkenal karena menghapus perbudakan dan membuka jalan bagi tumbuhnya industrialisasi di Amerika. Lincoln lahir dari keluarga dengan latar belakang ekonomi kelas bawah. Namun demikian, Lincoln muda berhasil menjadi pengacara dan meraih sukses dalam kariernya di politik. Dimulai menjadi anggota legislatif, pemimpin partai dan akhirnya presiden. Kecakapan berorganisasi dan kepiawaiannya dalam memimpin didapatkan dari  kegemarannya semenjak kecil hingga diakhir usianya membaca buku-buku yang sangat mempengaruhi  pandangan dan kebijakan-kebijakan politiknya.
Untuk meningkatkan budaya literasi, pemerintah Indonesia mencanangkan gerakan membaca melalui UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan nasional dan pencanangan gerakan membaca nasional. Gerakan ini sebagai program untuk mengubah budaya masyarakat dari budaya tutur menjadi budaya membaca. Ditingkat sekolah, upaya menumbuhkan budaya baca sangat urgent diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran dikelas-kelas. Guru mempunyai peranan vital untuk mengubah kemalasan pelajar, mahasiswa dan akademisi untuk lebih giat dalam aktivitas membaca. Beberapa upaya dan strategi yang bisa menjadi bahan pertimbangan untuk menggiatkan budaya literasi di kelas adalah sebagai berikut :
1.      Mengubah Pola Pembelajaran
Target pembelajaran di kelas beralih untuk membentuk siswa yang mempunyai kompetensi 4 C ( Communication, Collaboation,Critical Thinking dan Creativity) atau Komunikatif, kolaboratif, kritis dan kreatif. Proses belajar mengajar guru mulai dirubah menjadi proses pembelajaran yang lebih cenderung menganalisis (analitis) dan menyimpulkan (sintetis). Analisis dan menyimpulkan bisa diperoleh jika banyak informasi yang didapatkan. Guru di dalam kelas disetiap kesempatan materi menyelipkan tugas untuk meminta siswa membaca baik dari buku, modul yang dibuat guru maupun sumber informasi lain yang terpercaya; misalnya internet.
2.      Mengupayakan agar siswa berani bertanya dan menyampaikan pendapat di kelas. Siswa cenderung diam dan menerima semua informasi yang diberikan guru. Jarang memberikan pendapat, kritik maupun ide-idenya. Ketika guru meminta siswa bertanya, kebanyakan dari mereka tidak mampu bertanya karena bingung tentang materi yang akan ditanyakan, takut pertanyaannya tidak bermutu dan lain sebagainya. Membuat pertanyaan memang tidak mudah, pertanyaan muncul ketika seseorang mampu menganalisis informasi yang diberikan guru dan selanjutnya menemukan sesuatu yang ingin diketahuinya lebih lanjut. Pertanyaan juga bisa muncul karena seseorang telah membaca materi sebelumnya dan memikirkannya dengan baik. Trik sederhana yang bisa dilakukan guru untuk memancing pertanyaan anak adalah dengan memberikan reward bagi siswa yang mau bertanya dan mengemukakan pendapat. Reward dapat berupa nilai tambahan, makanan kecil atau sejenisnya. Bisa juga diberikan sanksi/ punishment yang disepakati diawal bagi siswa yang belum pernah bertanya atau mengemukakan pendapat dalam satu semester. Contoh sanksi yang diberikan adalah  menulis papper ataupun melakukan presentasi tentang materi pelajaran di akhir semester.
3.      Gerakan Menulis.
 Hal ini bisa dilakukan dengan:
a.       Memberikan tugas-tugas untuk membuat tulisan, karya ilmiah, karangan atau yang lain. Dengan demikian siswa tergerak untuk membaca, hal ini mengingat untuk menulis seseorang membutuhkan bacaan sebagai pembanding , referensi bahan bacaannya.
b.      Gerakan penulisan buku yang berasal dari karya siswa. Anak akan lebih percaya diri jika ada karya mereka yang bisa dibukukan bersama teman-temannya. Hadirnya buku-buku yang berasal dari karya siswa akan membuat anak lebih senang menulis, membaca dan berinovasi melalui tulisan dan karya mereka.
4.      Gerakan mengunjungi perpustakaan dan toko buku
Sekolah mewajibkan jadwal kunjungan wajib dan meminjam buku selain buku mata pelajaran diperpustakaan sekolah. Kegiatan ini dipantau dan dievaluasi oleh guru terkait, misalnya guru bahasa Indonesia sekaligus untuk memberikan tugas membuat resume atau  ringkasan tulisan dari buku yang dibaca. Hal ini dilakukan secara rutin dan berkesinambungan, misalnya setiap satu bulan sekali. Harapannya kegiatan pembiasaan ini nantinya bisa menjadi karakter anak didik kita. Siswa tidak puas lagi dengan hanya pinjam satu buku wajib setiap bulan tetapi bisa ditingkatkan menjadi satu buku dalam satu minggu.
                  Langkah-langkah diatas diupayakan untuk mendorong dan membudayakan etos membaca dikalangan remaja. Harapannya agar bisa mengubah pola kebiasaan mereka menghabiskan hari libur diakhir pekan sabtu dan minggu dengan berkunjung ke toko buku, membaca buku di perpustakaan. Banyak remaja yang menghabiskan akhir pekannya dengan menonton TV, berkumpul dengan teman-teman mereka disuatu tempat. Jarang diantara mereka yang menghabiskan akhir pekannya dengan memilih ke pameran buku, toko buku ataupun perpustakaan.                 Tidak ada langkah besar tanpa adanya langkah-langkah kecil dari kita, dan dari anda yang perduli bagi penguatan karakter anak-anak didik kita....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar